Oleh : Adinda Neonatasha
Jakarta sebagai Ibukota Indonesia merupakan kota dengan tingkat rawan banjir yang tinggi. Dalam dua dekade ini, Jakarta telah mengalami beberapa kali banjir besar pada 2002, 2007, 2013 dan terakhir pada awal 2020. Beberapa waktu yang lalu, media berita dan hiburan Vox melansir sebuah video di kanal youtube nya terkait penyebab tenggelamnya Jakarta. Diperkirakan pada tahun 2050, Jakarta akan tenggelam akibat banjir yang terus menerus dialami. Mengapa hal ini dapat terjadi? Penurunan muka air tanah akibat beban yang ditopang Jakarta semakin hari semakin berat. Pengambilan air tanah yang berlebihan untuk kebutuhan air sehari – hari memperparah penurunan muka tanah di Jakarta. Sekitar 70% rumah tangga di Jakarta bergantung terhadap pasokan air tanah ini. Sementara itu, diperkirakan 50% dari pasokan air ini mengalami kebocoran. Adanya 13 sungai di Jakarta memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan air warganya. Akan tetapi, sungai – sungai ini telah tercemar.
Penerapan sistem pemanenan air hujan (SPAH) dapat menjadi solusi dari permasalahan krisis air di Jakarta ini. Secara geografis, Jakarta merupakan kota yang memiliki iklim tropis dan lembab. Intensitas hujan yang cukup tinggi per tahun nya memungkinkan diimplementasikannya sistem pemanenan air hujan di Jakarta. Berdasarkan Jakarta Green Building User Guide Vol.5 mengenai efisiensi air, rata – rata intensitas curah hujan di Jakarta diperkirakan sekitar 1800 mm per tahun. Sistem pemanenan air hujan ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga dan perkantoran seperti toilet, dapur, sistem pemanas air, laundry, irigasi, cuci mobil, dan pemrosesan air lainnya. Tentunya dari segi ekonomi, sistem pemanenan air hujan dapat mengurangi biaya tagihan air. Selain itu, keuntungan lain dari penerapan sistem ini ialah mengurangi aliran permukaan sehingga banjir dapat teratasi dan memenuhi kewajiban zero runoff.
Lalu apa yang dimaksud dengan sistem pemanenan air hujan ini? Sistem pemanenan air hujan merupakan proses pengumpulan, penyimpanan serta penggunaan air hujan. Contoh negara yang telah berhasil menerapkan sistem ini ialah Australia. Sistem pemanenan air hujan di Australia mampu menyediakan sekitar 274 liter air per tahun secara independen. Artinya 26% rumah di Australia telah memiliki tangki air hujan. Awalnya, gagasan penggunaan sistem pemanenan air hujan digunakan untuk mengairi tanah pertanian atau perkebunan di negara berkembang. Namun, seiring berjalannya waktu, sistem ini juga giat diterapkan sebagai alternatif untuk memasok air bersih di permukiman serta perkantoran. Hal ini membuktikan bahwa sistem pemanenan air hujan dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk sistem pengelolaan air di perkotaan. Sistem ini dapat mengurangi limpasan air, berfungsi sebagai alternatif sumber air, dan sebagai upaya untuk konservasi air.
Penerapan sistem pemanenan air hujan ini memiliki enam komponen dasar yaitu permukaan tangkapan, talang air, filter, tangki penyimpanan, sistem distribusi serta sistem pemeliharaan air hujan. Cara kerja dari sistem pemanenan air hujan ini ialah :
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan sistem ini ialah sistem pemeliharaan air hujan. Bila air hujan ingin digunakan untuk kebutuhan minum sehari – hari, dibutuhkan filter yang lebih kompleks untuk memastikan air tidak tercemar.
Sudahkah kamu memanen air hujan di rumah? Mari turut serta dalam konservasi air dan manfaatkan air hujan bersama ReservoAir!
Referensi :